rotatesnake

rotatesnake
pantai BeduL,,,Banyuwangi city_

Kamis, 29 September 2011

Budaya yang mempengaruhi Gender

Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis dan tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan.
Sebaliknya, melalui dialetika, konstruksi sosial gender yang tersosialisasikan secara evolusionar dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena konstruksi sosial gender, kaum laki-laki harus bersifat kuat dan agresif maka kaum laki-laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi atau menuju ke sifat gender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni secara fisik lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, karena kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja berpengaruh terhadap perkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum perempuan, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis selanjutnya. Karena proses sosialisasi dan rekonstruksi berlangsung secara mapan dan lama, akhirnya menjadi sulit dibedakan apakah sifat-sifat gender itu dikonstruksi oleh masyarakat atau kodrat biologis yang ditentukan Tuhan. Namun, dengan menggunakan pedoman bahwa setiap sifat biasanya melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifat-sifat tersebut bisa dipertukarkan, maka sifat-sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyrakat dan sama sekali bukanlah kodrat.
Dalam menjernihkan perbedaan antara seks dan gender ini, yang menjadi masalah adalah terjadi kerancuan dan pemutarbalikkan makna tentang apa yang disebut seks dan gender. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan rumah tangga atau urusan domestik sering dianggap sebagai “ kodrat wanita “. Padahal kenyataannya bahwa perempuan memiliki peran gender dalam mendidik anak, merawat dan  mengelola rumah yang sebenarnya adalah konstruksi kultural dalam suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, boleh jadi urusan mendidik anak dan merawat kebersihan rumah tangga bisa dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena jenis pekerjaan itu bisa dipertukarkan dan tidak bersifat universal, maka apa yang disebut sebagai “ kodrat wanita “ seperti disebutkan diatas adalah gender.

CONTOH:
Seorang wanita berusia 35 tahun.ketika ia lahir ibunya mengalami malnutrisi dan bekerja terlalu keras. Wanita tersebut sangat kecil dan berat badannya rendah saat lahir. Selama masa kanak-kanak, ia hanya mendapat sedikit makanan, bahkan lebih sedikit disbanding saudara laki-lakinya. Ia tidak bersekolah seperti saudara laki-lakinya, tetapi dia tetap tinggal di rumah bersama ibunya untuk membantu melakukan pekerjaan rumah tangga dan menjaga anak.

Laki-laki dan perempuan cenderung diperlakukan secara berbeda oleh sistem pelayanan kesehatan. Perbedaan tersebut dapat berakibat terhadap perbedaan akses dan kualitas pelayanan yang diterima antara lelaki dan perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar