rotatesnake

rotatesnake
pantai BeduL,,,Banyuwangi city_

Selasa, 19 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY "L" DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUBERCOLOSIS


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar belakang
Usia lanjut merupakan suatu kejadian yang fisiologis dan pasti dialami oleh orang yang dikarunia usia panjang  hal ini tidak bisa dihindari oleh siapapun .Pada usia lanjut akan terjadi penurunan pada sistem tubuh .Sehingga banyak sekali permasalahan yang terjadi salah satunya adalah resiko infeksi.
Infeksimerupakan kolonisasi yang dilakuakan spesies asing ( patogen ) terhadap organisme.dan membahayakan inang menganggu fungsi normal inang  dan dapat berakibat luka kronik , gangren , kehilangan organ tubuh bahkan kematian.   
Jumlah lansia saat ini sekitar 16,5 juta termasuk didalamnya lansia yang masih potensial, dan jumlah tahun ketahun terus meningkat menurut dirjen pelayananrehabilitasi sosial  ( yanrehsus ) .Depsos, Makmur sanusi pada konfrensi pers dalam rangka hari lanjut usia Nasional  ( HLUN ) Th 2009 di jakarta ,jum at  (22/5 ).   
Namun  para lansia   ( Lanjut usia ) tidak usah berkecil hati tetapi harus tetap optimis karena kesehatan akan tercapai apabila mereka selalu menjaganya  oleh karena itu kita selalu memelihara  dan menyanyangi kesehatan.

1.2.  Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditemukan rumusan masalah sebagai berikut :
1.  Bagaimana teori lansia ?
2.  Apa pengertianinffeksi ?
3.  Apa yang dimaksud TB yang merupakan infeksi ?
4.  Bagimana asuhan keperawatan lansia dengan infeksi ?


1.3.  Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah
1.  Mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan infeksi
2.  Memenuhi tugas materi keperawatan gerontik










































BAB 11
PEMBAHASAN

2.1    Teori lansia ( lanjut usia )
2.1.1        Pengertian Lansia
Lanjut usia ataupun yang sering disebut senescance adalah merupakan suatu periode dari renteng kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh , biasanya mulai pada usia untuk individu yang berbeda ( papalia, 2001 )
a.       Primary aging
Merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable ( tidak dapat dihindari )
b.      Secondery aging
Merupakan dari hasil  dari penyakit ,Abase, dan disuse pada tubuh yang sering kali dapat dihindari dan dikontrol oleh induvidu dibandingan dengan premary aging ex pola makan yang baik menjaga kebugaran fisik dll.
Sedangkan proses menua yang lain yaitu teori teori biologis. Teori bilogis adalah sebagai berikut :
1.      Teori genetik dan mutasi
Maksud teori adalah menua telah terprogram secara genetik untuk spesies2 tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang dipengaruhi oleh molekul2/DNA setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi  contoh penurunan kemampuan fungsional sel.
2.      Pemakian dan rusak
      Kelebihan usaha dan stres menyebebkan sel2 lelah ( terpakai )
3.      Reaksi kekebalan tubuh ( Atauimmune theory ) didalam proses metabolisme tubuh, memproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan menjai lemah dan sakit
4.      Teori immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan organ tubuh
5.      Teori stres menua terjadi akibat hilangnya sel sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tubuh dapat mempertahankan kesetbilan lingkungan internal kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel sel tubuh leleh terpakai
6.      Teori radikal, radikal bebas dapat terbentuk alam bebas tidak stbilnya bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan bahan organik seperti karbohidrat dan protein sehingga menyebabkan sel sel tidak dapat regenerasi
7.      Teori rantai silang reaksinya menyebabkan kurangnya elastis kekakuan dan hilangnya fungsi
8.      Teori program kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel sel tersebut mati.

2.1.2        Faktor yang mempengaruhi ketuaan (Nugroho 2000)
1.      Hereditas
2.      Nutrisi
3.      Status pengalaman hidup

2.1.3        Klasifikasi usia lanjut :
      Menurut organisasi kesehatan dunia lanjut usia dikelompokkan:
a.       Usia pertangahan ( Middle age ): 45-59 Th
b.      Lanjut usia (erderly ): 60-74 Th
c.       Lanjut usia tua ( old ) : 75-90 Th
d.      Usia sangat tua ( Very old ) : lebih 90 Th.

2.1.4        Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia pada dasarnya lansia secara fisologis mengalami penurunan pada sistem.Tubuh baik itu respirsi , jantung, gastrointestinal, penglihatan, moskoloskeletal, indokrin, intugumen, genetourinaria dll.
2.2    Teori infeksi
2.2.1        Pengertian
·         Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinisbaik lokal maupun sistemik
·         Infeksi penykit yng disebabkan karen masuknya bibit penyakitmenular dari stu orang ke orang lainjadi orang yang sehat harus dihandarkan  dari  oraang yang menderita penyakit dari golongan ini

2.2.2        Etiologi
Bakteri dan jasad hidup ( organisme ) kuman kuman ini menyebar dengan berbagai cara dan vektor

2.2.3        Klasifikasi penyakit infeksi
1)      Penyebab penyakit adalah bakteri ( jasad renik atu kuman )
                        a. TBC → udara
                        b. Tetanus→Luka yang kotor
                        c. Mencret→ Lalat,air, tangan yang kotor
                        d. Pnemoni→ Lewat batuk dan udara
                        e. Gonorrhe dan spilis→ hubungan kelamin
2)      Penyebab adalah virus
a.       Salesma, influinsa, campak, gondok, yang ditularkan dari batuk , udara dan lalat
b.      Rabies : Melalui gigitan binantang
c.       Penyakit melalui sentuhan
3)      Jamur, kurap kutu air dan gatal pada lipatan paha→sentuhan atau pakaian yang dipai secara bergantian
4)      Parasit internal:
                Disentri→ Kotoran ke mulut
                Malaria→ Melalui gigitan nyamuk


5)      Parasit eksternal
Kutu rambut, kutu hewan kutu busuk, berupa kudus penularannya dari orang yang terinfeksi dan pakaian yang bergantian.

2.2.4        Penatalaksanaan
·         Mencuci tangan setelah kontak dengan kotoran
·         Memakai celemek, sepatu, handscon, saat bertemu pasien yang rawan menularkan infeksi
·         Masker
·         Pemakaian anti biotik akan tetapi juga memiliki efek samping. Yang diperlu diperhatiakan:
        1. Reaksi efek pera
        2. Menganggu keseimbangan alami
        3. Kekebalan terhadap penyakit

2.3    Teori penyakit TBC
2.3.1        Pangertian
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru.

2.3.2        Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis  (Amin, M.,1999).
Faktor Resiko
Ü  Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
Ü  Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
Ü  Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
Ü  Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.
2.3.3        Patofisiologi

                                                   Mycobacterium TBC
 

                                                   Masuk jalan napas
 

                                                   Tinggal  di  Alveoli
 

        Tanpa infeksi                                Inflamasi                        disebar oleh limfe
 

                                                            Fibrosis                        Timbul jar. Ikat sifat
                                                                                                Elastik & tebal.
                                                          Kalsifikasi
  - Batuk                                                                                    Alaveolus  tidak
  - Spuntum purulen                                Exudasi             kembali saat
  - Hemoptisis                                                                                  ekspirasi
  - BB menurun                                 Nekrosis/perkejuan
                                                                                                Gas tidak dapat
                                                             Kavitasi                        berdifusi dgn. Baik.
 

                                                                                                         Sesak
                                                  
       Kuman
 

                                                  Infeksi primer
 

Sembuh  total                          Sembuh dgn. Sarang                    Komplikasi
                                                          ghon                            - Menyebar ke seluruh
                                                                                            tubuh scr. Bronkhogen,
                                                                                            limphogen, hematogen

Infeksi post primer                      Kuman dormant
                                         Muncul bertahun kemudian


Diresorpsi kembali/sembuh        Membentuk jar. keju                Sarang meluas
                                               Jika dibatukkan                        sembuh dgn.
                                                membentuk kavitas.                Jar. Fibrotik
 

                        .

Kavitas meluas                 Memadat & membungkus diri              Bersih & menyembuh
Membentuk sarang                         tuberkuloma             









2.3.4        Gejala Klinis
1.      Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
2.      Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3.      Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4.      Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5.      Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

2.4    ASUHAN KEPERAWATAN
2.4.1        Pengkajian  (Doegoes, 1999)
1.      Aktivitas /Istirahat
-          Kelemahan umum dan kelelahan.
-          Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
-          Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
-          Mimpi buruk.
-          Takikardia, takipnea/dispnea.
-          Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2.      Integritas Ego :
-          Perasaan tak berdaya/putus asa.
-          Faktor stress : baru/lama.
-          Perasaan butuh pertolongan
-          Denial.
-          Cemas, iritable.
3.      Makanan/Cairan :
-          Kehilangan napsu makan.
-          Ketidaksanggupan mencerna.
-          Kehilangan  BB.
-          Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.

4.      Nyaman/nyeri :
-          Nyeri dada saat batuk.
-          Memegang area yang sakit.
-          Perilaku distraksi.
5.      Pernapasan :
-          Batuk (produktif/non produktif)
-          Napas pendek.
-          Riwayat tuberkulosis
-          Peningkatan jumlah pernapasan.
-          Gerakan pernapasan asimetri.
-          Perkusi :  Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
-          Suara napas : Ronkhi
-          Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6.      Kemanan/Keselamatan :
-          Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
-          Demam pada kondisi akut.
7.      Interaksi Sosial :
-          Perasaan terisolasi/ditolak.

2.4.2        Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

2.4.3        Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Ü  Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Ü  Mendemontrasikan batuk efektif.
Ü  Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :
1.      Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2.      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3.      Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4.      Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

5.      Tahan napas selama 3 - 5  detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6.      Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/  Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7.      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8.      Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
 Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
         Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
           


Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Ü  Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Ü  Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Ü  Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana tindakan :
1.        Berikan posisi yang  nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2.        Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3.        Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4.        Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5.        Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6.        Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Ü Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Ü Menu makanan yang disajikan habis
Ü Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1.      Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2.      Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

3.      Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4.      Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/  cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5.      Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6.      Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a.       Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b.      Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c.       Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d.      Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7.      Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.




BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Infeksi merupakan adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik sehingga rentan sekali terjadi infeksi karena pada lansia banyak mengalami penurunan system organ dalam tubuh. Oleh karena itu kami harapkan pada keluarga maupun tim kesehatan untuk selalu memperhatikan kesehatannya.

3.2    Saran dan Kritik
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa penyusunan makalah masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat konstruktif. Semoga makalah ini membawa maneaat bagi kita semua. Amin















                                     
DAFTAR PUSTAKA


Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru.  Surabaya :Airlangga Univerciti Press

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC

                           (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC

Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.





























KATAPENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah askep infeksi pada lansia dengan baik.
Terima kasih kepada koordinator mata ajar gerontik yang telah mamberikan kesempatan kepada kami untuk memahami lebih dalam tentang askep infeksi pada lansia.
Kepada teman-teman yang turut membantu menyusun makalah ini tak lupa kami ucapkan terima kasih.
Terakhir semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesarnya kepada mahasiswa PSIK dan Program B khususnya.



Jombang,  Desember 2009

Penyusun







ii
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar